Kebiasaan Baru

Baru pindah kerja. Kantor baru, suasana baru, teman-teman baru.

Masih belum terbiasa dengan pola kerja “datang jam berapa saja” dan “pulang jam berapa saja” yang penting kerjaan selesai.

Maturity needed.

 

Mengosongkan Gelas

Minggu lalu saya mengikuti sebuah sesi sertifikasi. Karena diadakan di tempat yang sejuk dan tenang, serta saya pun membatasi diri dari dunia luar, saya jadi banyak berpikir *biasanya ga sempet mikir 😀 *

Saat mengamati gelas yang ada di depan saya, tiba-tiba saya menganalogikan diri dengan gelas.  Ibarat gelas, kalau mau diisi air teh, ya nggak bisa dalemnya sudah ada coca cola. Harus kosong dulu, baru bisa diisi teh sehingga nanti akan bisa diminum dengan rasa teh.

Untuk menerima ilmu baru, saya merasa butuh untuk merasa “kosong” jadi lebih “bodoh” dulu agar bisa menerima sesuatu yang baru. Saat merasa kosong, saya lebih mudah menyerap ilmunya. Saat merasa lebih bodoh, saya jadi banyak bertanya untuk meyakinkan diri saya bahwa saya paham mengenai materi yang diberikan. Saat merasa kosong dan saya tahu apa yang akan diisi, saya pun lebih fokus dan akhirnya lebih mudah menerima.

Seringkali, ketika saya belajar ilmu baru, bisa saat pelatihan atau sekedar belajar sendiri, ilmu terasa susah masuk. Penyebabnya bisa jadi karena memikirkan urusan di kantor yang belum selesai, merasa sudah pintar jadi  tidak merasa perlu menggali lebih banyak, tiba-tiba teringat sesuatu yang harus dikerjakan dan banyak hal lain. Dalam kondisi itu, sulit rasanya menerima hal baru karena fokus terpecah.

Ilmu mengosongkan gelas saya terapkan selama mengikuti sesi sertifikasi tersebut. Hasilnya? Meski ilmu baru, saya menyerap ilmu dengan mudah 🙂

Hari ini saya blogwalking, dan menemukan tulisan ini dan menemukan analogi serta pendapat yang mirip 😉

Cukup dan Cita-cita

Semester pertama di 2011 merupakan semester yang menakjubkan bagi saya. Menemukan passion dan melakukan banyak hal dengan sangat passionate. ChildCanLead yang membuat saya mampu berminpi dan mau mewujudkannya. Ada banyak teman-teman dan pengalaman baru yang saya sadari mengubah saya dari semester sebelumnya, bahkan dari tahun-tahun sebelumnya. Semuanya tidak datang dengan mudah.

Tahun ini dimulai dengan beberapa hari berbaring di rumah sakit. Tahun ini dimulai dengan luka hati yang belum kunjung sembuh dari bulan-bulan sebelumnya. Tahun ini dimulai dengan malam-malam yang memaksakan diri untuk tidur karena pikirin-pikiran yang menyesakkan. Ada kesakitan, ada ketakutan, ada kemarahan… dan semua saya balut dengan harapan.

Pada akhirnya saya percaya, Tuhan tidak membiarkan saya sakit begitu saja. Tapi, Tuhan juga tidak membiarkan saya berleha-leha untuk mendapatkan harapan-harapan saya. Lalu, Dia memampukan saya…

Memampukan saya untuk berjalan di antara sakit, takut dan marah. Di sela-sela itu semua ada kesembuhan, kesabaran dan kekuatan. Saya berjalan di sela-selanya dengan sangat hati-hati. Sampailah pada akhir semester pertama di tahun ini. Saya merasa, saya berhasil melewatinya, atas izinNya.

Dan datanglah semester kedua.

Entah mengapa, di kalender saya, sejak awal tahun saya sudah melingkari angka satu di bulan Juli dengan tanda cinta. Saya terlalu yakin saya akan mencukupkan diri saya di bulan Juli. Saya terlalu percaya bahwa di bulan Juli akan dimulai dengan cita-cita yang baru. Dengan do’a yang berbeda dan lebih khusyuk dari bulan-bulan sebelumnya.

Belum genap sepuluh hari pertama di bulan Juli, saya mencukupkan pasangan kaki untuk peran yang paling penting. Belum genap sepertiga pertama di bulan Juli, saya diberikan cita-cita baru, cita-cita yang bukan hanya untuk saya, tetapi untuk beberapa teman-teman saya. Dengan do’a yang berbeda dan lebih khusyuk dari bulan-bulan sebelumnya, saya memulai semua ini. Bismillah.

Karena cukup dan cita-cita ini tidak sendirian, semoga Allah selalu menuntun saya serta membuat saya lebih sabar, lebih arif dan lebih adil dalam bertindak.  Amin.