Cukup dan Cita-cita

Semester pertama di 2011 merupakan semester yang menakjubkan bagi saya. Menemukan passion dan melakukan banyak hal dengan sangat passionate. ChildCanLead yang membuat saya mampu berminpi dan mau mewujudkannya. Ada banyak teman-teman dan pengalaman baru yang saya sadari mengubah saya dari semester sebelumnya, bahkan dari tahun-tahun sebelumnya. Semuanya tidak datang dengan mudah.

Tahun ini dimulai dengan beberapa hari berbaring di rumah sakit. Tahun ini dimulai dengan luka hati yang belum kunjung sembuh dari bulan-bulan sebelumnya. Tahun ini dimulai dengan malam-malam yang memaksakan diri untuk tidur karena pikirin-pikiran yang menyesakkan. Ada kesakitan, ada ketakutan, ada kemarahan… dan semua saya balut dengan harapan.

Pada akhirnya saya percaya, Tuhan tidak membiarkan saya sakit begitu saja. Tapi, Tuhan juga tidak membiarkan saya berleha-leha untuk mendapatkan harapan-harapan saya. Lalu, Dia memampukan saya…

Memampukan saya untuk berjalan di antara sakit, takut dan marah. Di sela-sela itu semua ada kesembuhan, kesabaran dan kekuatan. Saya berjalan di sela-selanya dengan sangat hati-hati. Sampailah pada akhir semester pertama di tahun ini. Saya merasa, saya berhasil melewatinya, atas izinNya.

Dan datanglah semester kedua.

Entah mengapa, di kalender saya, sejak awal tahun saya sudah melingkari angka satu di bulan Juli dengan tanda cinta. Saya terlalu yakin saya akan mencukupkan diri saya di bulan Juli. Saya terlalu percaya bahwa di bulan Juli akan dimulai dengan cita-cita yang baru. Dengan do’a yang berbeda dan lebih khusyuk dari bulan-bulan sebelumnya.

Belum genap sepuluh hari pertama di bulan Juli, saya mencukupkan pasangan kaki untuk peran yang paling penting. Belum genap sepertiga pertama di bulan Juli, saya diberikan cita-cita baru, cita-cita yang bukan hanya untuk saya, tetapi untuk beberapa teman-teman saya. Dengan do’a yang berbeda dan lebih khusyuk dari bulan-bulan sebelumnya, saya memulai semua ini. Bismillah.

Karena cukup dan cita-cita ini tidak sendirian, semoga Allah selalu menuntun saya serta membuat saya lebih sabar, lebih arif dan lebih adil dalam bertindak.  Amin.

Music in my Head

Seberapa sering kita berkata halus, ternyata diteriaki?

Seberapa sering kita berusaha menghibur, ternyata dimarahi?

Seberapa sering kita bergerak memperhatikan, ternyata dicacimaki?

Seberapa sering kita bermaksud baik, ternyata dipersalahkan?

Tak jarang.

Tak jarang pula orang berhenti berbuat baik karena kelelahan digempur.

Berhentilah bertindak jika kamu lelah.

Bermusiklah untuk hatimu.

Meneriakkan apa yang ingin diceritakan. Bersulang untuk peluh yang dihasilkan. Mengeringkan luka yang ditorehkan. Menjadikan hatimu kembali utuh.

Mainkanlah musikmu.  Jangan berhenti. Biarkan dunia ikut menikmati. Meski mereka tidak mengerti. Bermusiklah hanya untuk hatimu. Mainkan terus di kepalamu.

Shiner

“In order for the light to shine so brightly, the darkness must be present.”

Francis Bacon

Semalam, seorang teman menelepon

“Nda, lu dimana”.
“Surabaya”, jawab saya.
“Bukannya kemaren lu ke Palembang?”
“Iya…”

Saya sekarang sedang di Surabaya untuk keperluan kantor. Tiga hari yang lalu saya masih di Jakarta. Keesokan harinya saya di Palembang untuk menghadiri sumpah dokter adik. Sore ini saya kembali ke Jakarta dan besok saya sudah harus ada di Palembang lagi.

Saya selalu suka berjalan-jalan ke tempat baru. Alhamdulillah, tahun ini saya dikasih kesempatan untuk keliling ke beberapa kota di Indonesia.

Beberapa kali berkeliling, sayangnya saya belum sempat extend untuk menikmati kota yang saya kunjungi lebih lama.
Waktu ke Balikpapan, esok harinya sahabat saya menikah di Bandung.
Waktu ke Manado, esok harinya ada kegiatan di #perpuskreatif.
Waktu ke Surabaya, besok sahabat saya yang lain menikah di Palembang.
Tight schedule.

Sesuatu yang serba tight seringkali menyesakkan.

Jalan dari satu tempat ke tempat lain, ditambah email kerjaan yang terus mengalir, urusan ini itu, persiapan sana sini. Berasa orang super sibuk aje 😀

Tapi, dari segala hal yang menyesakkan itu, selalu saja ada yang membuat saya lebih lega. Sebuah alasan yang membuat saya tersenyum kalau mengingatnya. Alasan yang membuat ikatan menyesakkan itu jadi terasa lebih longgar.

Alasan itu bisa secangkir susu coklat kental di pagi hari.
Alasan itu bisa sepetik bunga matahari yang terpajang di kamar mandi.
Alasan itu bisa sepotong bebek kaki kiri untuk makan malam.
Alasan itu bisa pesanan segelas es teh manis yang lupa ditambahkan es oleh penjualnya.
Alasan itu bisa obrolan ringan di sela-sela waktu tunggu antar jadwal pesawat.
Alasan itu bisa penguraian mimpi kusut bersama seorang teman di malam hari.
Alasan itu bisa ucapan selamat tidur dari seseorang yang suaranya ingin saya dengar paling terakhir sebelum tidur.
Alasan itu bisa sapaan selamat pagi dari seseorang yang paling ingin saya temui pertama kali di pagi hari…

Karena alasan-alasan itu seperti menguraikan benang-benang kusut yang mengikat dan menyesakkan. Karena alasan-alasan itu membuat mata saya yang terpejam karena menahan sesak menjadi lebih terbuka. Membuat secercah cahaya masuk ke sudut-sudut mata saya, hingga semuanya menjadi cerah.

Thank you, the shiner…